Rabu, 16 Mei 2012

Lesson #4.2. Everyone Lives in Their Own Unique Model of The World

Masih terkait dengan "the map is not the territory", sekarang kita diskusikan bahwa setiap manusia hidup dengan mapnya masing-masing. Ketika kita bertindak atau bersikap, sesungguhnya kita bukan sedang menyikapi kejadian tetapi menyikapi map kita sensiri. Waspadalah, ketika kita menghindari seseorang karena ia membenci kita, sesungguhnya bukanlah disebabkan karena ia benar2 membenci kita. Tetapi karena persepsi kita sendiri, bisa jadi benar bisa jadi salah, jika benar pun tidak 100 persen sama bisa lebih bisa kurang.

Setiap orang hidup dalam dunia mereka masing-masing yang unik. Tidak ada seorangpun memiliki keyakinan, nilai-nilai dan perliaku yang persis sama satu dengan lainnya, karena mereka hidup dalam latar belakang yang berbeda. Tidak seorangpun memiliki pemahaman yang persisi sama meski diajar oleh guru yang sama di kelas yang sama. Dan mereka bersikap sesuai pemahamannya masing-masing.

Mendiskusikan hal ini saya teringat pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) waktu itu, mungkin sekarang PPKN ya?  Suatu ketika ada ulangan harian, salah satu soal pertanyaannya berbunyi:

“Ketika kamu melihat ada orang naik sepeda motor terjatuh apa yang kamu lakukan?”.

Sahabat, bayangkan ketika soal tersebut dilemparkan kepada anak-anak usia SD, apa kira2 jawabannya? Anda bisa membayangkan pasti jawabannya beragam bukan misalnya:
-          Menolong
-          Mencari bantuan
-          Berteriak minta tolong orang yang lewat
-          Melarikan diri, karena takut dituduh dan dipersalahkan
-          Memberitahu keluarganya
-          Tertawa dan mengejek

Sungguh tidak adil jika kondisi anak yang berbeda-beda, persepsi tentang situasi kecelakaan yang berbeda,  kemudian diharuskan memberi jawaban yang seragam. Tentu jawabannya bisa sangat beragam dengan alasannya masing-masing. Tetapi sedihnya waktu itu guru sudah punya kunci jawabannya, kalau tidak sama dengan kunci jawaban itu maka jawaban kita dianggap salah.

Bagaimana menurut sahabat, apakah guru itu benar atau memaksakan kehendaknya? Cara mendidik seperti ini sungguh tidak menguntungkan anak, membelenggu kreatifitas anak sehingga tidak kaya solusi dan tidak kreatif.

Contoh lain, “Bayangkan suatu ketika anda hadir di ajang kompetisi Indonesioan Idol, pada saat yang menegangkan akhirnya diumumkan satu orang keluar sebagai pemenang. Bagaimana perasaan anda saat melihat kejadian itu?”
-          Senanng
-          Kagum
-          Terharu
-          Bangga
-          Sedih
-          Biasa-biasa saja
-          Terinspirasi
-          Cemburu
-          Benci

Tentu anda senang jika pemenangnya adalah saudara anda yang anda cintai, dan sebaliknya anda sedih jika pemenangnya orang lain dan saudara anda kalah. Atau mungkin cemburu, karena anda sendiri ikut jadi peserta dan yang menang adalah pesaing anda. Atau mungkin benci, karena kebetulan pemenangnya itu orangnya sombong dan suka menghina temannya. Semua orang yang hadir mengungkapkan perasaan sesuai dengan dunianya masing2.  

Begitulah dalam kehidupan ini setiap orang punya caranya masing-masing dalam menyikapi sebuah permasalahan sesuai dengan map-nya saat itu. Ingat tentang “the map is not the territory”, bahwa persepsi kita tidaklah sama dengan kejadian yang seungguhnya, hal itu disebabkan karena adanya filter-filter kondisi sesorang pada saat itu, belief, values, pengalaman masa lalu, kondisi emosi, waktu dan ruang yang tersedia, materi dan keuangan yang tersedia saat itu, juga kebiasaan-kebiasaan dalam bersikap, kebiasaan dalam mengambil keputusan, kebiasaan dalam menggunakan kata2. Semua itu memberi pengaruh besar dalam bersikap saat menghadapi permasalahan.

Setiap manusia hidup dalam dunianya masing-masing, pemahaman ini hendaknya menjadi bekal yang berharga bagi kita untuk lebih bijak melihat diri sendiri dan orang lain. Jadi kalau anda ingin merayu sesorang anda musti tahu dunianya sehingga tahu apa yang harus anda lakukan untuk menyenangkannya. Demikian juga kalau anda melihat ada orang marah pada anda, anda musti berusaha mengerti dan mencari tahu ada apa dalam dunia pikiran dan perasaannya, bukan ikut-ikut jadi marah.

Referensi:
-          James, Tad. The accelerated NLP Master Prac Training, New Port Beach, 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar